الجمعة، 15 مارس 2013

Menyatukan Kebaikan dan Kebenaran dengan Dzikir dan Tafakkur


Mana yang semestinya harus didahulukan, menjadi orang baik baru menjadi orang benar? Atau menjadi orang benar dulu baru menjadi orang baik?

Orang benar pasti baik, tapi orang baik belum tentu benar (dari segi cara). Contoh orang baik tapi tidak benar, pencuri yang menyedekahkan hasil curiannya. Mana yang lebih buruk? Orang yang menyimpan kebencian dan memperlihatkan di wajahnya atau orang yang menyimpan kebencian tapi tidak memperlihatkannya? Point kedua pasti lebih baik, tetapi juga akan tergantung pada tujuan tidak memperlihatkannya itu karena sabar atau karena pura-pura baik.

Lalu bagaimana kita mempertemukan kebaikan dan kebenaran? Dimana? Susu itu enak. Kopi juga enak. Ketika keduanya disatukan maka akan menjadi lebih enak. Dimana kita bisa menyatukan susu dan kopi? Di dalam gelas. Sedangkan kebaikan dan kebenaran hanya akan bertemu dalam cawan kehidupan bernama DZIKRULLAH.

[Qs. Ali Imran [3] : 191 ] “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” dan [Qs. An Nuur : 36] “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang” orang yang senantiasa berdzikir dan bertafakkur dia tidak pernah tidur dalam hidupnya. Dia selalu berdzikir di setiap waktu.

Mungkinkah kita bisa berdzikir sendirian? Pada saat kita berdzikir adakah pada saat itu kita merasa sendirian? Tidak. Kenapa? Ketika kita melihat bunga, apa yang kita ucapkan? Subhanallah... Kita tidak berdzikir sendirian, tetapi kita berdzikir bersama bunga. Mana yang lebih terasa, mengucapkan Alhamdulillah ketika pikiran kita kosong atau mengucapkan Alhamdulillah sambil memikirkan nikmat Allah yang telah di anugerahkan kepada kita. Tentu lebih terasa point kedua. Itulah kenapa dzikir harus dipertemukan dengan tafakkur.

Kita tidak bisa berdzikir sendirian. Tetapi kita akan bisa berdzikir ketika bersama dengan yang lain. Apakah yang lain itu, yang lain itu ada 3 :
1. Ma’al ‘alam (dzikir bersama alam)
2. Ma’an hadast (dzikir bersama peristiwa)
3. Ma’al ‘amal (dzikir bersama amal)

Kenapa kita berdzikir dengan ketiga hal tersebut, karena kita tidak pernah terlepas dari ketiganya. Kita tidak pernah terlepas dari alam. Kita tidak pernah terlepas dari peristiwa. Dan kita tidak pernah terlepas dari amal. Dan ketiganya (alam, peristiwa, dan amal) juga selalu berdzikir kepada Allah. Apa saja yang ada di langit dan bumi itu selalu berdzikir kepada Allah. Tanpa kita sadari, langit, lautan, gunung, pepohonan, air, bunga, rerumputan, burung, ikan-ikan di dasar lautan bahkan semut, mereka selalu berdzikir kepada Allah.

Bagaimana agar berdzikir menjadi lebih nikmat, yaitu dengan diikuti tafakkur. Berdzikir bersama alam, peristiwa dan amal. Ketika kita berdzikir setelah shalat, bayangkanlah bahwa kita sedang berdzikir bersama amal, yaitu amal berdzikir setelah shalat. Ketika kita shalat dalam keadaan pening, maka berdzikirlah bersama perasaan pening tersebut. Ketika kita rihlah maka berdzikirlah bersama pemandangan indah disepanjang perjalanan, dll.

Semoga bermanfaat. Semoga di anugerahi hati, lisan dan fisik yang selalu berdzikir dengan disertai tafakkur kepada Allah. Supaya hati kita bisa menjadi hati yang selamat ketika menghadap Allah. Aamiin.

“Jangan Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” [Qs. Asy Syu’araa [26] : 87-89 ]

Bumi  Allah, Jumu'ah Mubarak 15 Maret 2013
Ketika jiwa begitu segar setelah mendapat “inspirasi” dari Ustadz Yusuf Mansyur @Maskam UGM


ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق