الاثنين، 11 مارس 2013

Al Muflikhun, Memenangkan Hati atas Nafsu dan Iblis

Pembahasan kali ini merupakan tafsir dari Qs. An Nur : 51

Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan Kami mendengar, dan kami patuh Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Qs. An Nur [24] : 51)

Dalam menjalani hidup, manusia membutuhkan Annur (cahaya) agar kelak bisa sampai ke rumah akhirat (syurga) dengan selamat. Tidak mungkin kita bisa sampai ke tempat yang kita tuju dengan kondisi jalan yang gelap bukan? Pertanyaannya, apakah kita sudah menggenggam cahaya itu?

Orang-orang yang benar-benar beriman, mereka akan selalu mengatakan sami’na wa’ato'na “kami mendengar dan kami taat” sampai kapanpun. Mereka inilah para Muflikhun (pemenang).

Apakah kita sudah termasuk dalam golongan Al Muflikhun? Orang yang Muflikh (menang)? Jika kita sudah menjadi Al Muflikhun maka kita sudah menggenggam cahaya itu. Al Muflikh berasal dari kata Al Falakh yang berarti menang. Kemenangan disini bermakna kemenangan kebaikan atas keburukan, kemenangan cahaya atas kegelapan atau kemenangan hati atas nafsu dan iblis.

Contoh sederhana: Setiap kali adzan, kita akan mendengar khayya ‘alal falaakh “Mari raih kemenangan”. Kemenangan disini bermakna kemenangan hati atas nafsu dan iblis. Yaitu dengan mendirikan shalat. Mereka yang bersegera untuk berwudhu ketika adzan adalah mereka yang telah memenangkan hati mereka atas nafsu dan iblis. Sedangkan mereka yang bersantai ria dan menunda-nunda waktu shalat ketika sudah ada panggilan adzan maka mereka inilah yang masih dikalahkan oleh nafsu dan iblis.

Then, how to be Al Muflikhun? Untuk menjadi seorang Muflikhun kita harus memahami bagaimana agar bisa menang (Al Falakh). Untuk menjadi pemenang kita memerlukan musuh. Tidak mungkin kita bisa menjadi pemenang tanpa adanya kompetitor bukan? Lalu siapa musuh kita? Musuh di dalam diri dan Musuh di luar diri :

1. Musuh di dalam (NAFSU)
Nafsu merupakan pintu pembuka kemakshiyatan. Dia lebih cenderung membisikkan manusia pada keburukan. Ketika nafsu tidak bisa dikendalikan maka akan dengan mudah syetan membuka benteng pertahanan iman kita. Syetan selalu siap siaga menjaga nafsu kita, ketika nafsu sudah membukakan pintunya maka syetan akan segera masuk dan mengendalikannya, sehingga pada ahirnya kita berada dalam kendali syetan. Contoh sederhana: ingin jalan-jalan ke Book Fair adalah keinginan nafsu, maka kita penuhi, karena nafsu ini memang fitrah yang dimiliki manusia. Tetapi ketika nafsu ini meminta kita untuk membeli berbagai macam hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan, maka ini sudah masuk dalam kendali syetan. Tidak mengapa kita memenuhi keinginan nafsu, tetapi yang harus diperhatikan adalah kita harus menjaganya agar tidak tercampur oleh keinginan syetan (pembahasan lebih lanjut akan dikupas dalam artikel berikutnya) dan kita harus bisa membedakan mana keinginan nafsu dan mana keinginan syetan. Lalu bagaimana cara menghadapi musuh di dalam diri ini (nafsu)? Dengan Islahun Nafs yaitu memperbaiki nafsu dengan sami’na wa’ato’na (mendengar dan taat) pada hukum Allah.

2. Musuh di luar (IBLIS)
Iblis adalah salah satu nama dari golongan  jin yang membangkang ketika Allah memerintahkan malaikat (yang ketika itu iblis dan golongan jin juga ada disana) untuk bersujud kepada Nabi Adam. Jin yang berada dalam kendali iblis (jin yang jahat) kemudian disebut sebagai syetan (hizbusyaeton). Iblis diberi kewenangan oleh Allah untuk menggoda manusia melakukan keburukan hingga hari kiamat dengan kompensasi mereka akan masuk ke dalam neraka, tentu saja bersama manusia yang mengikutinya. Tetapi tidak bagi manusia yang tetap menjaga keimanannya. Mereka inilah para Muflikhun dan para pemilik qalbun salim.  Contoh sederhana: seorang ikhwan dipertemukan dengan wanita-wanita cantik, ini adalah takdir, dipertemukan disini hanya sebatas bertemu di jalan, ikhwanpun bisa memilih apakah dia akan memandangi mereka atau memilih untuk ghadul bashar. Dalam kondisi seperti ini, syetan akan menyulutkan korek apinya dengan membisikkan si ikhwan untuk memandangi wanita-wanita tersebut. Ketika dia ikhlas dan bersabar dengan takdir ini dan istiqomah dengan ketaatannya untuk menjaga pandangannya serta menepis bisikan syetan ditelinganya maka dia telah memenangkan hatinya atas nafsunya. Lalu bagaimana cara menghadapi musuh dari luar (Iblis)? Dengan Islahun Hayati yaitu memperbaiki hidup dengan al akhlash ‘alal qadar (ikhlas terhadap takdir). Ikhlas terhadap ketetapan-ketetapan yang sudah Allah sematkan dalam hidup kita.

Dengan dua kunci tersebut, Sami’na wa’ato’na dan Al akhlash ‘alal qadar maka kita akan menjadi Al Muflikhun (pemenang). Dengan Sami’na wa’ato’na maka in syaa Allah kita akan selalu mendapatkan takdir baik dan dengan Al akhlash ‘alal qadar maka kita akan sampai pada derajat Al Mukhlasin (orang yang ikhlas) yang kemudian akan mengantarkan kita pada Al Muflikhun. Paparan tentang Sami’na wa’ato’na dan Al akhlash ‘alal qadar akan di bahas dalam artikel berikutnya. Semoga bermanfaat...

Bumi Allah, Senin 11 Maret 2013

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق