Pembahasan kali ini merupakan tafsir dari Qs. An Nur : 51
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu'min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan
rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan “Kami
mendengar, dan kami patuh” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Qs. An Nur [24] : 51)
Dalam menjalani hidup, manusia
membutuhkan Annur (cahaya) agar kelak
bisa sampai ke rumah akhirat (syurga) dengan selamat. Tidak mungkin kita bisa
sampai ke tempat yang kita tuju dengan kondisi jalan yang gelap bukan?
Pertanyaannya, apakah kita sudah menggenggam cahaya itu?
Orang-orang yang benar-benar
beriman, mereka akan selalu mengatakan sami’na
wa’ato'na “kami mendengar dan kami taat” sampai kapanpun. Mereka inilah para
Muflikhun (pemenang).
Apakah kita sudah termasuk dalam
golongan Al Muflikhun? Orang yang Muflikh (menang)? Jika kita sudah
menjadi Al Muflikhun maka kita sudah
menggenggam cahaya itu. Al Muflikh berasal
dari kata Al Falakh yang berarti menang. Kemenangan disini bermakna kemenangan kebaikan atas keburukan, kemenangan
cahaya atas kegelapan atau kemenangan
hati atas nafsu dan iblis.
Contoh sederhana: Setiap kali
adzan, kita akan mendengar khayya ‘alal
falaakh “Mari raih kemenangan”. Kemenangan disini bermakna kemenangan hati atas nafsu dan iblis. Yaitu
dengan mendirikan shalat. Mereka yang bersegera untuk berwudhu ketika adzan
adalah mereka yang telah memenangkan hati mereka atas nafsu dan iblis.
Sedangkan mereka yang bersantai ria dan menunda-nunda waktu shalat ketika sudah
ada panggilan adzan maka mereka inilah yang masih dikalahkan oleh nafsu dan
iblis.
Then,
how to be Al Muflikhun? Untuk
menjadi seorang Muflikhun kita harus
memahami bagaimana agar bisa menang (Al Falakh).
Untuk menjadi pemenang kita memerlukan musuh. Tidak mungkin kita bisa menjadi
pemenang tanpa adanya kompetitor bukan? Lalu siapa musuh kita? Musuh di dalam diri dan Musuh di luar diri :
1. Musuh
di dalam (NAFSU)
Nafsu merupakan pintu pembuka
kemakshiyatan. Dia lebih cenderung membisikkan manusia pada keburukan. Ketika
nafsu tidak bisa dikendalikan maka akan dengan mudah syetan membuka benteng
pertahanan iman kita. Syetan selalu siap siaga menjaga nafsu kita, ketika nafsu
sudah membukakan pintunya maka syetan akan segera masuk dan mengendalikannya,
sehingga pada ahirnya kita berada dalam kendali syetan. Contoh sederhana: ingin
jalan-jalan ke Book Fair adalah keinginan nafsu, maka kita penuhi, karena nafsu
ini memang fitrah yang dimiliki manusia. Tetapi ketika nafsu ini meminta kita
untuk membeli berbagai macam hal yang sebenarnya tidak dibutuhkan, maka ini
sudah masuk dalam kendali syetan. Tidak mengapa kita memenuhi keinginan nafsu,
tetapi yang harus diperhatikan adalah kita harus menjaganya agar tidak
tercampur oleh keinginan syetan (pembahasan lebih lanjut akan dikupas dalam
artikel berikutnya) dan kita harus bisa membedakan mana keinginan nafsu dan
mana keinginan syetan. Lalu bagaimana cara menghadapi musuh di dalam diri ini
(nafsu)? Dengan Islahun Nafs yaitu
memperbaiki nafsu dengan sami’na
wa’ato’na (mendengar dan taat) pada hukum Allah.
2. Musuh
di luar (IBLIS)
Iblis adalah salah satu nama dari
golongan jin yang membangkang ketika
Allah memerintahkan malaikat (yang ketika itu iblis dan golongan jin juga ada
disana) untuk bersujud kepada Nabi Adam. Jin yang berada dalam kendali iblis (jin
yang jahat) kemudian disebut sebagai syetan (hizbusyaeton).
Iblis diberi kewenangan oleh Allah untuk menggoda manusia melakukan keburukan
hingga hari kiamat dengan kompensasi mereka akan masuk ke dalam neraka, tentu
saja bersama manusia yang mengikutinya. Tetapi tidak bagi manusia yang tetap
menjaga keimanannya. Mereka inilah para Muflikhun
dan para pemilik qalbun salim. Contoh sederhana: seorang ikhwan dipertemukan
dengan wanita-wanita cantik, ini adalah takdir, dipertemukan disini hanya
sebatas bertemu di jalan, ikhwanpun bisa memilih apakah dia akan memandangi
mereka atau memilih untuk ghadul bashar.
Dalam kondisi seperti ini, syetan akan menyulutkan korek apinya dengan
membisikkan si ikhwan untuk memandangi wanita-wanita tersebut. Ketika dia
ikhlas dan bersabar dengan takdir ini dan istiqomah dengan ketaatannya untuk
menjaga pandangannya serta menepis bisikan syetan ditelinganya maka dia telah
memenangkan hatinya atas nafsunya. Lalu
bagaimana cara menghadapi musuh dari luar (Iblis)? Dengan Islahun Hayati yaitu memperbaiki hidup dengan al akhlash ‘alal qadar (ikhlas terhadap takdir). Ikhlas terhadap
ketetapan-ketetapan yang sudah Allah sematkan dalam hidup kita.
Dengan dua kunci tersebut, Sami’na wa’ato’na dan Al akhlash ‘alal qadar maka kita akan
menjadi Al Muflikhun (pemenang). Dengan
Sami’na wa’ato’na maka in syaa Allah kita akan selalu
mendapatkan takdir baik dan dengan Al
akhlash ‘alal qadar maka kita akan sampai pada derajat Al Mukhlasin (orang yang ikhlas) yang kemudian akan mengantarkan
kita pada Al Muflikhun. Paparan tentang
Sami’na wa’ato’na dan Al akhlash ‘alal qadar akan di bahas
dalam artikel berikutnya. Semoga bermanfaat...
Bumi Allah, Senin 11 Maret 2013
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق