Mana yang semestinya harus didahulukan,
menjadi orang baik baru menjadi orang benar? Atau menjadi orang benar dulu baru
menjadi orang baik?
Orang benar pasti baik, tapi orang baik belum
tentu benar (dari segi cara). Contoh orang baik tapi tidak benar, pencuri yang
menyedekahkan hasil curiannya. Mana yang lebih buruk? Orang yang menyimpan
kebencian dan memperlihatkan di wajahnya atau orang yang menyimpan kebencian
tapi tidak memperlihatkannya? Point kedua pasti lebih baik, tetapi juga akan
tergantung pada tujuan tidak memperlihatkannya itu karena sabar atau karena
pura-pura baik.
Lalu bagaimana kita mempertemukan kebaikan
dan kebenaran? Dimana? Susu itu enak. Kopi juga enak. Ketika keduanya disatukan
maka akan menjadi lebih enak. Dimana kita bisa menyatukan susu dan kopi? Di
dalam gelas. Sedangkan kebaikan dan
kebenaran hanya akan bertemu dalam cawan kehidupan bernama DZIKRULLAH.
[Qs. Ali
Imran [3] : 191 ] “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit
dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
dan [Qs.
An Nuur : 36] “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan
untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu
petang” orang yang senantiasa berdzikir dan bertafakkur dia tidak pernah
tidur dalam hidupnya. Dia selalu berdzikir di setiap waktu.
Mungkinkah kita bisa berdzikir sendirian?
Pada saat kita berdzikir adakah pada saat itu kita merasa sendirian? Tidak.
Kenapa? Ketika kita melihat bunga, apa yang kita ucapkan? Subhanallah... Kita tidak berdzikir sendirian, tetapi kita
berdzikir bersama bunga. Mana yang lebih terasa, mengucapkan Alhamdulillah ketika pikiran kita kosong
atau mengucapkan Alhamdulillah sambil
memikirkan nikmat Allah yang telah di anugerahkan kepada kita. Tentu lebih
terasa point kedua. Itulah kenapa dzikir
harus dipertemukan dengan tafakkur.
Kita tidak bisa berdzikir sendirian. Tetapi
kita akan bisa berdzikir ketika bersama dengan yang lain. Apakah yang lain itu,
yang lain itu ada 3 :
1. Ma’al ‘alam (dzikir bersama alam)
2. Ma’an hadast (dzikir bersama peristiwa)
3. Ma’al ‘amal (dzikir bersama amal)
Kenapa kita berdzikir dengan ketiga hal
tersebut, karena kita tidak pernah terlepas dari ketiganya. Kita tidak pernah
terlepas dari alam. Kita tidak pernah terlepas dari peristiwa. Dan kita tidak
pernah terlepas dari amal. Dan ketiganya (alam, peristiwa, dan amal) juga
selalu berdzikir kepada Allah. Apa saja
yang ada di langit dan bumi itu selalu berdzikir kepada Allah. Tanpa kita sadari,
langit, lautan, gunung, pepohonan, air, bunga, rerumputan, burung, ikan-ikan di
dasar lautan bahkan semut, mereka selalu berdzikir kepada Allah.
Bagaimana agar berdzikir menjadi lebih nikmat, yaitu dengan diikuti tafakkur. Berdzikir bersama alam, peristiwa dan amal. Ketika kita berdzikir
setelah shalat, bayangkanlah bahwa kita sedang berdzikir bersama amal, yaitu
amal berdzikir setelah shalat. Ketika kita shalat dalam keadaan pening, maka
berdzikirlah bersama perasaan pening tersebut. Ketika kita rihlah maka berdzikirlah
bersama pemandangan indah disepanjang perjalanan, dll.
Semoga bermanfaat. Semoga di anugerahi hati, lisan
dan fisik yang selalu berdzikir dengan disertai tafakkur kepada Allah. Supaya hati
kita bisa menjadi hati yang selamat ketika menghadap Allah. Aamiin.
“Jangan Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan (yaitu) pada
hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih” [Qs. Asy Syu’araa [26] : 87-89 ]
Bumi Allah, Jumu'ah Mubarak 15 Maret 2013
Ketika jiwa begitu segar setelah mendapat “inspirasi” dari Ustadz Yusuf Mansyur @Maskam UGM