“Salam aku
persembahkan kepada seorang perempuan yang agung yang menarik hati, aku buta
karenanya. Bersinar pipinya dan berkilau matanya, ingin aku memboyongnya
menjadikan aku bingung. Sehingga aku berkata: pergilah tinggalkan aku dan
maklumilah karena aku ingin meraih ilmu, anugerah dan taqwa...” [Imam Najmuddin
Umar bin Muhammad An Nasafi]
Sebuah
refleksi diri. Betapa kuatnya tekad Iman Najmuddin Umar dalam menuntut ilmu.
Betapa indah dan nikmatnya anugerah ilmu yang sudah dirasakannya sehingga
beliau benar-benar rela meninggalkan keindahan dunia yang paling menggoda.
Wanita dan (harta).
Sebagai
soft opening lahirnya Semburat Cahaya Langit, dalam artikel
pengantar ini akan dibahas tentang adab dalam mencari ilmu sebagai artikel dasar yang disadur dari
kitab yang cukup tersohor (Ta’lim Al
Muta’allim Karya Imam Burhan Al
Islam). Bismillahirrahmanirrahim...
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga ringkasan
mini ini bisa memberikan kemanfaatan bagi para thaalib, thaalibah dan semua thaalibatul
ilm yang ingin menuntut ilmu karena kesadaran dirinya betapa terbatasnya
dirinya akan ilmu.
ADAB MENUNTUT
ILMU
(Pos-1) Hakikat
ilmu Fiqh dan keutamaannya
“Menuntut ilmu
itu hukumnya wajib atas orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan” Kewajiban
menuntut ilmu dalam hadist di atas yang dimaksud adalah dalam hal ilmu ushuluddin (ilmu Agama dan Fiqh). “Seutama-utamanya
ilmu adalah ilmu agama dan seutama-utamanya amal adalah menjaganya” sehingga
menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk memahami ilmu agama. Memahami
hal yang paling fundamental dalam hidup, dari mana kita berasal? Untuk apa kita
dihidupkan? Dan kemana kita akan pergi setelah kematian? Ketika seorang manusia
sudah memahami hakikat hidupnya, maka dia akan berusaha untuk memahami
rambu-rambu kehidupan yang tertuang secara tegas dalam Alqur’an dan Sunnah. Kita
hidup di dunia hanya sementara dan pada ahirnya akan pulang ke kampung akhirat,
layaknya seseorang yang akan pergi ke sebuah tempat yang jauh, ketika dia sudah
memahami arah dan jalan untuk menuju ke sana, maka dia akan dengan mudah sampai
ke tujuan. Sedang jika tidak mengetahui arahnya, maka dia akan tersesat. Itulah
analogi hidup akan paham tidaknya
seseorang mengenai hukum-hukum kehidupan (syari’at). Dia yang paham maka akan
selamat dan dia yang tidak paham maka akan tersesat.
“Sesungguhnya
satu orang yang menguasai ilmu Fiqh serta wira’i itu lebih kuat mengalahkan
syetan dibanding 1000 orang ahli ibadah”
“Ketahuilah,
ilmu itu sungguh merupakan perhiasan bagi pemiliknya, dia adalah pertanda bagi
tiap-tiap orang yang terpuji”
(Pos-2) Niat
Ketika Mencari Ilmu
“Sesungguhnya
amal perbuatan itu bergantung pada niat”
Banyak
sekali amal yang berbentuk amalan dunia tetapi dikarenakan bagusnya niat bisa
menjadi amalan akhirat. Begitu juga sebaliknya, banyak amalan akhirat yang
dikarenakan jeleknya niatnya sehingga menjadi amalan buruk yang justru mengantarkannya
ke neraka. Hendaknya para pencari ilmu berniat untuk menari ridha Allah dan menghilangkan
kebodohan dalam dirinya serta pada orang-orang yang bodoh.
(Pos-3) Memilih
Ilmu, Guru dan Teman
Dalam
menuntut ilmu di anjurkan untuk memilih ilmu yang baik dan dibutuhkan dalam
perkara agama. Mendahulukan ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan segala
kesempurnaanNya. Dan tidak memprioritaskan ilmu yang baru seperti filsafat,
mantiq, dll karena akan menyia-niyakan umur dan membuang waktu.
Sedang
dalam memilih guru di anjurkan yang pandai, hati-hati dalam masalah halal haram
dan ahli wira’i.
“Ingatlah ! kamu
tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara. Cerdas. Semangat. Sabar
atas cobaan dan ujian. Sak. Di ajar oleh guru. Dan membutuhkan waktu yang lama”
[Ali bin Abi Thalib]
Dan
dalam memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, ahli wira’i, berwatak
baik dan cepat memahami perkara. Jauhilah teman yang bersifat malas-malasan,
pendek akalnya, banyak bicaranya, membuat kerusakan dan ahli fitnah. Dari teman
kita yang baik maka dekatilah, karena sekali-kali kita pasti akan mendapatkan
petunjuk dari Allah melalui dia.
(Pos-4)
Memuliakan Ilmu dan Orang yang Mempunyai Ilmu
Orang
yang menuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat kecuali dengan
menghormati gurunya. “Aku adalah hambanya
orang yang mengajariku walaupun satu huruf” [Ali bin Abi Thalib]. Termasuk
adab dalam memuliakan guru adalah dengan menghormati anaknya dan orang yang
berhubungan dengannya.
Ciri-ciri
mengagungkan ilmu di antaranya adalah;
1. Memuliakan
kitab dengan memegangnya dalam keadaan suci
2. Meletakkan
kitab di tempat yang (terhormat)
3. Memperindah
tulisan (catatan)
4. Tidak
menulis dengan warna merah karena ulama salaf tidak melakukannya
Termasuk
adab memuliakan ilmu adalah dengan menghormati teman, mendengarkan guru, tidak
duduk di dekat guru kecuali terpaksa, menjaga ilmu dengan akhlaq mulia dan
menjauhi sifat sombong karena ilmu dapat diperoleh dengan kerendahan hati.
(Pos-5)
Sungguh-sungguh, Tidak Bosan dan Bercita-cita
“Orang-orang
yang bersungguh-sungguh mengharap keridhaan Kami, maka akan Kami tunjukkan
jalan kepada mereka”
“Bersungguh-sungguh
itu mendekatkan perkara yang jauh dan membuka pintu yang terkunci” [Syeikh
Sadiduddin As Syafi’i]
Sebaiknya
orang yang menuntut ilmu itu tidak tidur di malam hari, barangsiapa yang
memiliki cita-cita tinggi dan ingin menemui derajat mulia maka janganlah tidur
di malam hari. Jauhilah tidur. Sedikitkan makan. Jagalah dari kenyang. Teruslah
belajar dan mengulangnya. Belajarlah terus menerus jangan sampai bosan. Jagalah
diri dari makanan haram. Jauhilah menunda waktu..
“Barangsiapa
yang mempunyai cita-cita yang luhur tanpa disertai kesungguhan atau
bersungguh-sungguh tapi tidak disertai dengan cita-cita yang luhur maka tidak
akan berhasil kecuali ilmu yang sedikit”
“Orang yang
berilmu itu selalu hidup walaupun jasadnya sudah tidak ada, tetapi orang bodoh
yang hidup itu seperti mayat yang hidup”
Malas
itu menimbulkan riya’. Riya’ itu dikarenakan banyak minum. Banyak minum itu
disebabkan banyak makan. Sedangkan untuk mengurangi makan adalah dengan memilih
makanan yang sehat dan halal. Bersiwak itu bisa mengurangi sifat riya’. Membuat
menjadi cepat hafal. Dan berguna untuk kefasihan lidah karena dia akan menambah
pahala sunnah.
“Ada tiga orang
yang Allah benci, mereka itu adalah yang banyak makan, pelit dan sombong.”
Banyak
makan dibenci oleh Allah karena banyak makan menyebabkan penyakit dan buntunya
otak. Sebagian ulama berpendapat kebanyakan
makan dapat mengurangi kecerdasan.
(Pos-6)
Mengawali Belajar, Ukuran dan Urutannya
Rasulullah
bersabda, “Tidak ada suatu apapun yang didahului pada hari rabu kecuali untuk
mencapai hakikat kesempurnaannya”
Iman
Abu Hanifah selalu memulai suatu pekerjaan di Hari Rabu. Syaikhul Islam
Burhanudin juga biasa menetapkan dan membiasakan mengawali belajar pada Hari
Rabu. Begitupula dengan Syekh Abu Yusuf Al Hamdani yang selalu membiasakan
setiap amal dari beberapa amal kebaikan di Hari Rabu.
Kadar
ukuran belajar adalah semampunya, yakni yang mungkin bisa di hafal dan dikaji
dengan mengulang dua kali, menambah setiap hari dengan satu kalimat walaupun
membutuhkan waktu yang lama untuk menghafal dan mengkajinya, pelan-pelan dan
memiliki harapan serta tekad bahwa dia mampu menghafal dan mengkajinya. Ketika
sudah di ulang dua kali tetapi belum hafal maka di ulang terus hingga hafal. “Belajar satu huruf, mengulang seribu kali”.
Sedikit materi jika sering di ulang maka akan lebih cepat paham dan berhasil.
Layanilah ilmu
dengan layanan yang berguna. Kekalkan ilmu dengan perbuatan terpuji. Ketika kau
menghafalnya maka ulangilah. Kuatkan dengan kekuatan penuh untuk menjaganya.
Catatlah ilmu agar kau mudah mengulanginya. Dan pelajarilah untuk selamanya.
[Syekh Imam Qawamudin Hamad bin Ibrahim bin Ismail As Shafari]
“Maka ketika
engkau merasa aman atas apa yang kamu hafal. Maka bergegaslah pada selanjutnya
yang baru serta mengulangnya akan hal yang sudah kau lalui dan bergegas pada
hal tambahannya”
Diskusi
atau musyawarah akan memberikan pemahaman yang lebih luas akan sebuah ilmu.
Hikmah dari berdiskusi adalah dia akan lebih kuat menancap dibandingkan
mengulang-ngulang pelajaran (tikrar).
Sebagian ulama berpendapat bahwa diskusi atau musyawarah selama satu jam itu
lebih baik dibandingkan mengulang-ngulang pelajaran (tikrar) selama satu bulan.
Imam
Abu Hanifah berkata, “Ketika aku mendapat ilmu maka aku akan bersyukur kepada
Allah, ketika aku memahaminya maka aku akan berkata Alhamdulillah dan bertambahlah ilmuku, begitu juga seterusnya”
(Pos-7) Tawakkal
Orang
yang menuntut ilmu wajib bertawakkal, tidak prihatin akan rizki dan tidak
menyibukkan dirinya dengan rizki. Karena Allah akan mencukupinya. “Barangsiapa belajar ilmu agama di jalan
Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya dan memberi rizki tanpa di
sangka-sangka”. Termasuk kesibukan hati dalam masalah rizki adalah makanan dan
pakaian. “Sekali-kali janganlah engkau
sibukkan dirimu dengan keinginanmu” [Imam Mansyur Al Hajjaj]
(Pos-8) Waktu
yang Dapat Menghasilkan Ilmu
“Carilah ilmu
dari kecil sampai ajal menjemput”. Waktu yang utama untuk belajar di
antarnya adalah; 1) pada usia muda; 2) waktu sahur; dan 3) waktu antara maghrib
dan isya. Syekh Muhammad bin Hasan tidak pernah tidur di malam hari, pada saat
beliau mengantuk beliau akan meneteskan air pada mata beliau sehingga kantuknya
hilang.
(Pos-9)
Kelembutan dan Nasihat
Orang
yang berilmu baiknya bersikap lembut, arif, memberikan nasihat yang baik dan
tidak dengki. Semua orang alim menginginkan putranya, santrinya dan jamaahny
menjadi orang yang alim pula, sehingga mereka mengajarkan dengan penuh
kelembutan dan kesabaran. “Jauhkanlah
pikiranmu dari prasangka buruk dan diamlah dengan kejernihan bathinmu dengan
perkataan orang-orang bodoh”
(Pos-10) Mencari
Keutamaan Ilmu
Sebaiknya
orang yang menuntut ilmu itu mencari manfaatnya ilmu di setiap waktu, sampai
menemukan keistimewaan dan kesempurnaan ilmu. “Malam itu waktu yang panjang, maka janganlah engkau mempersingkat
waktu malam, siang itu terang, maka janganlah engkau kotori dengan dosa”
(Pos-11) Wira’i
ketika Menuntut Ilmu
“Rasulullah
bersabda, Barangsiapa dalam menuntut ilmu tidak wira’i maka Allah memberikan
cobaan padanya satu dari tiga perkara; 1) Allah memberikan kematian pada umur
muda; 2) Allah akan menempatkan ke suatu tempat (desa) yang orang-orang
sekelilingnya banyak kebodohan; dan 3) Allah menjadikannya pesuruh sultan
(pemimpin)”
Jika
orang yang manuntut ilmu semakin wira’i maka ilmunya lebih manfaat dan
belajarnya lebih mudah, serta faedahnya (hasilnya) lebih banyak. Hal yang
termasuk perbuatan wira’i adalah;
1. Menjaga
diri dari makan yang kenyang
2. Menjaga
diri dari banyak tidur
3. Menjaga
diri dari berbicara yang tidak manfaat
4. Menjaga
diri dari makanan pasar
5. Menjaga
diri dari ghibah
6. Menjauhi
ahli ma’shiyat
7. Duduk
dalam keadaan menghadap kiblat ketika menuntut ilmu
8. Tidak
meremehkan adab sunnah
9. Banyak
membaca shalawat
10. Khusuk dalam
shalat
“Jagalah
perintah dan larangan Allah. Lakukanlah shalat dengan rajin. Carilah ilmu
syari’at. Bersungguh-sungguhlah dan mintalah pertolongan dengan amal dan akhlaq
yang bagus maka kamu akan menjadi alim fiqh dan bisa menjaganya. Mintalah pada
Tuhanmu yang bisa menjaga penjagaanmu dan bisa melahirkan rasa cinta akan
anugerahNya karena Allah adalah sebagus-bagus penjaga. Taatlah pada Allah dan
Rasulnya. Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas-malasan. Tidurlah kamu
dengan sedikit pada malam hari maka kamu akan menjadi makhluk pilihan”
Sebaiknya
orang yang menuntut ilmu selalu membawa buku supaya bisa mengulang pelajaran
yang dipelajarinya.
(Pos-12) Perkara
yang Bisa Menjadikan Hafal dan Lupa
“Tidak ada
sesuatu yang bisa menjadikan hafal melebihi dari membaca Alqur’an dengan
melihat”. Membaca
Alqur’an dengan melihat itu lebih utama dibandingkan dengan tidak melihat. “Jauhi ma’shiyat maka hafalanmu akan kuat”.
Bumi Allah, Sabtu 23 Februari 2013