الاثنين، 25 فبراير 2013

Tentang Penulis

Bismillahirrahmaanirrahiim... Assalamu’alaykum wr wb...

Ismi Rakhmawati Zakiyah. Shaadiqii da’akumi Kiki au Zaki. Ana Thaalibah min Ma’had Ali bin Abi Thalib, Jaami’ah Muhammadiyah Yogyakarta. Ana Thaalibah min Kulliyyati Muhandisan UGM aidhan lakin hadza kholas bi akhir. Wa ana Thaalibah min PMDS aidhan, askani hunaka, min Sleman Yogyakarta. Lakin, Ana min Pemalang. Ahlan wa sahlan. Ana sata’riful usrati... Ladayya waalid, waalidah, akhi kabiran wa ukhti shaghirah. Hadzihi shuuratul usrah.


Al awal: Hadzihi shuuratul waalidii Mukh Tamiludin wa waalidati Tuti Asih. Huma ‘amilun. Waalidii ‘Amil min Depag. Wa hua thaalib min STAIN Cirebon aidhan. Hua naskanu min pemalang bil waalidati. Hiya ‘Amil min Depdiknas. Hiya mudarrisah.

Atstsaani: Hadzihi shuuratul ukhti shaaghirah, waalidi wa waalidati. Ukhti ismuha Arini Hidayati. Hiya thaalibah min SMA N 1 Tegal. Hiya mustawa tsaalits. Umruha asyroh atsamaaniyah.

Atstsaalits: Hadzihi shuuratul akhi kabiran Puji Kurniawan. Hua ‘Amil. Hua yuriduu waladun wahidun. Ismuha Kansha Fahma Azizah. Zaujituha Ukhti Ria Pratiwi. Hua wa hunna maskuna min Pemalang.  

Uhibbukum fillah...

Bumi Allah, 25 Februari 2013

Hal-hal yang Menghalangi Seseorang dalam Menuntut Ilmu



Sebagai pelengkap artikel [Ta’lim Al Muta’allim] Adab dalam Menuntut Ilmu, dalam artikel kedua ini akan coba dipaparkan point-point tentang “Hal-hal yang menghalangi seseorang dalam menuntut ilmu” yang di ambil dari buku “Bimbingan Menuntut Ilmu” karya Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan sebagai pelengkap artikel pengantar sebelumnya.

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama” (Qs. Fathir : 28)

Ketika seorang hamba semakin tahu tentang Allah, maka dia akan semakin berharap dan semakin takut kepadaNya. Ketika seseorang berkumpul dan bertemu dengan teman-teman yang mereka cintai untuk mempelajari ilmu dan mengajarkannya, hakikatnya itu merupakan amalan yang paling agung untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kaum salaf ada yang sampai menempuh perjalan jauh untuk mencari sanad. Bahkan hingga berjalan sebulan lamanya di padang pasir seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Zur’ah dan Muhammad bin Nashr. Begitu juga dengan Syu’bah yang berjalan selama sebulan penuh untuk mencari hadist yang belum dia dapatkan sanadnya. Demikian juga dengan Jabir bin Abdillah. Nikmatnya ilmu yang telah Allah tancapkan dalam hati mereka telah membuat mereka melupakan susahnya perjalanan yang telah ditempuh.

Nabi pernah bersabda : “Barangsiapa yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memberikan padanya jalan menuju syurga. Sesungguhnya malaikat benar-benar mengepakkan sayapnya untuk penuntut ilmu karena ridha dengan apa yang dia kerjakan dan seorang ulama itu benar-benar akan dimintakan ampun oleh apa saja yang berada di langit dan di bumi, hingga ikan-ikan hiu yang berada di dasar air pun ikut memohonkan ampun untuknya. Keutamaan ulama dibandingkan dengan keutamaan ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama dibandingkan dengan keutamaan seluruh bintang. Ulama adalah para pewaris Nabi. Dan sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, tapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, niscaya dia telah mengambilnya dengan bagian yang banyak” (HR Imam Ahmad)

“Seandainya dalam mencari ilmu itu tidak ada keutamaannya kecuali hanya dekat kepada Allah, berada di alam malaikat dan berteman dengan makhluk-makhluk yang tinggi derajatnya, niscaya cukuplah hal itu sebagai kemuliaan dan keutamaan bagi orang yang menuntut ilmu. Bagaimana tidak, sedang kebahagiaan dunia dan akhirat hanya terdapat dalam ilmu dan tidak dapat di raih kecuali dengannya” (Ibnu Al-Qayyim)

10 Penghalang Dalam Menuntut Ilmu :

1.  Niat yang salah

Niat merupakan dasar dan rukun dari sebuah amal. Apabila niat itu rusak, maka rusak pulalah amal yang dikerjakannya. Sebagaimana sabda Nabi, “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang itu akan mendapatkan dari amalnya sesuai dengan apa yang dia niatkan” (Muttafaq Alaih). “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Qs. Al – Ankabut : 69)

2.  Ingin terkenal dan ingin tampil

“Sesungguhnya manusia yang pertama kali di adili pada Hari Kiamat adalah tiga orang... hingga sabda beliau... dan orang yang mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an. Ia dihadapkan kepada Allah, Allah memberitahukan kepadanya nikmat-nikmatnya dan iapun mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang kamu lakukan dengan nikmat-nikmat tersebut?” Ia menjawab, “Saya mempelajari ilmu, mengajarkannya dan membaca Al-Qur’an” Allah berkata, “Kamu bohong, sesungguhnya kamu mempelajari ilmu agar kamu dikatakan sebagai seorang ulama, kamu mempelajari Al-Qur’an agar kamu disebut sebagai pembaca Al-Qur’an, itu semua telah dikatakan untukmu” Kemudian Allah memerintahkan (untuk mengadzabnya), maka iapun ditarik wajahnya lalu dilemparkan ke dalam neraka...” Syahwat merupakan musibah kecuali bagi orang yang hatinya selalu ingat kepada Allah

3.  Lalai menghadiri majlis ilmu

Ilmu itu didatangi bukan mendatangi. Jika kebaikan yang didapat di dalam majlis ilmu hanya berupa ketenangan bagi mereka yang menghadirinya, cukuplah semua itu sebagai dorongan untuk menghadirinya. Orang yang menghadiri majlis ilmu mendapat dua keberuntungan, yaitu mendapatkan ilmu dan kebahagiaan akhirat.

4.  Beralasan dengan banyak kesibukan

Ini merupakan alasan syetan sebagai penghalang dalam menuntut ilmu.

Siapa saja yang belum pernah mencoba
Maka tidak akan tahu nilainya
Maka cobalah, niscaya kamu akan mendapatkannya
Bukti yang telah kami katakan
(Mandzumah ash-Shan’ani fi al-Hajj, hal 83)

5.  Menyia-nyiakan belajar di waktu kecil

Pahamilah ilmu agama sebelum tua (Umar bin Khaththab). Belajar hadist di waktu kecil itu seperti mengukir di atas batu. Abu Abdillah Imam Al Bukhari menasehatkan, “Tuntunlah ilmu walaupun setelah kalian tua, karena para sahabat Nabi belajar pada saat mereka sudah tua” Seluruh umur adalah kesempatan untuk mencari ilmu karena mencari ilmu adalah ibadah sebelum disibukkan oleh orang lain dan berbagai macam tanggung jawab baru lainnya, manfaatkanlah waktu muda untuk mencari ilmu, “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (Qs. Al Hijr : 99)

6.  Enggan mencari ilmu

Di antara alasannya adalah mengikuti informasi terkini. Syariat adalah timbangan semua permasalahan. Saksi atas akar masalah dan pokoknya. Jika engkau tidak menanam, kemudian melihat orang yang mengetam, niscaya engkau akan menyesal karena tidak menabur benih. Di antara permasalahan yang disayangkan adalah anda melihat pemuda muslim marah apabila larangan Allah dilanggar dan menangis apabila keharaman Allah dilecehkan. Tetapi ia menyepelekan perbuatan maksiyat lainnya seperti ghibah dan namimah, dia tidak mengetahui hukum syar’i yang sederhana. Syaikh Ibnu Taimiyah adalah contoh yang patut untuk ditiru, beliau memahami kondisi yang terjadi disekitarnya, di zamannya ketika itu terjadi berbagai fitnah, musibah dan masalah tetapi beliau tetap menuntut ilmu karena beliau menyadari bahwa segala permasalahan akan bisa diselesaikan dengan berpegang teguh pada ilmu ushuludin.

7.  Menilai baik diri sendiri

Merasa bangga apabila dipuji dan merasa senang ketika mendengar orang lain memujinya. Tetapi berhati-hatilah terhadap pujian yang tidak terdapat pada diri anda “Dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan” [Qs Ali Imran : 188]. “Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” [Qs. An Najm : 32]. “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendakiNya dan mereka tidak di aniaya sedikitpun” [Qs. An Nisa : 49]

8.  Tidak mengamalkan ilmu

Tidak mengamalkan ilmu termasuk salah satu penyebab hilangnya keberkahan ilmu. Orang yang memilikinya akan dimintai pertanggungjawaban atas ilmunya. Seorang sahabat, Ibnu Mas’ud berkata “Dahulu salah seorang dari kami jika telah mempelajari sepuluh ayat, ia tidak akan berpindah dari ayat-ayat tersebut kecuali setelah mengetahui maknanya dan mengamalkannya” Ali bin Abi Thalib pernah berkata “Ilmu itu dipanggil dengan cara mengamalkannya, bila dipanggil dia akan menjawab, tetapi jika tidak dipanggil maka dia akan pergi” mengamalkan ilmu dapat menguatkan tersimpannya ilmu, dan zakat ilmu adalah dengan mengamalkan dan mengajarkannya. Sesungguhnya kewajiban muslim dan muslimah itu ada 4; 1) ilmu; 2) mengamalkannya; 3) mendakwahkannya dan; 4) bersabar ketika menghadapi gangguan dalam mendakwahkannya.

9.  Putus asa dan rendah diri

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur” [Qs. An Nahl : 78]. Putus asa dan tidak percaya diri adalah penyebab tidak diperolehnya ilmu. Janganlah merasa rendah diri jika anda lemah hafalan, lemah pemahaman, lambat dalam membaca atau cepat lupa. Semua penyakit ini akan hilang jika anda meluruskan niat dan mencurahkan usaha. Maka kita akan memperolehnya, dengan kesungguhan yang terus menerus. Obat lupa adalah dengan senantiasa membaca kitab ! dan meninggalkan maksiyat adalah sebab utama dalam membantu kuatnya hafalan.

10.  Terbiasa menunda-nunda

Menunda adalah tentara syetan. Sesungguhnya berangan-angan adalah senjata iblis untuk menggoda manusia. Jangan harap bisa mengerjakan pekerjaan hari ini di hari esok, bisa jadi hari esok tiba dan engkau telah tiada....

Bumi Allah, Selasa 26 Februari 2013

السبت، 23 فبراير 2013

Ta’lim Al Muta’allim : Adab dalam Menuntut Ilmu



“Salam aku persembahkan kepada seorang perempuan yang agung yang menarik hati, aku buta karenanya. Bersinar pipinya dan berkilau matanya, ingin aku memboyongnya menjadikan aku bingung. Sehingga aku berkata: pergilah tinggalkan aku dan maklumilah karena aku ingin meraih ilmu, anugerah dan taqwa...” [Imam Najmuddin Umar bin Muhammad An Nasafi]

Sebuah refleksi diri. Betapa kuatnya tekad Iman Najmuddin Umar dalam menuntut ilmu. Betapa indah dan nikmatnya anugerah ilmu yang sudah dirasakannya sehingga beliau benar-benar rela meninggalkan keindahan dunia yang paling menggoda. Wanita dan (harta).

Sebagai soft opening lahirnya Semburat Cahaya Langit, dalam artikel pengantar ini akan dibahas tentang adab dalam mencari ilmu sebagai artikel dasar yang disadur dari kitab yang cukup tersohor (Ta’lim Al Muta’allim Karya Imam Burhan Al Islam). Bismillahirrahmanirrahim... Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Semoga ringkasan mini ini bisa memberikan kemanfaatan bagi para thaalib, thaalibah dan semua thaalibatul ilm yang ingin menuntut ilmu karena kesadaran dirinya betapa terbatasnya dirinya akan ilmu.

ADAB MENUNTUT ILMU

(Pos-1) Hakikat ilmu Fiqh dan keutamaannya

“Menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas orang muslim, baik laki-laki maupun perempuan” Kewajiban menuntut ilmu dalam hadist di atas yang dimaksud adalah dalam hal ilmu ushuluddin (ilmu Agama dan  Fiqh). “Seutama-utamanya ilmu adalah ilmu agama dan seutama-utamanya amal adalah menjaganya” sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk memahami ilmu agama. Memahami hal yang paling fundamental dalam hidup, dari mana kita berasal? Untuk apa kita dihidupkan? Dan kemana kita akan pergi setelah kematian? Ketika seorang manusia sudah memahami hakikat hidupnya, maka dia akan berusaha untuk memahami rambu-rambu kehidupan yang tertuang secara tegas dalam Alqur’an dan Sunnah. Kita hidup di dunia hanya sementara dan pada ahirnya akan pulang ke kampung akhirat, layaknya seseorang yang akan pergi ke sebuah tempat yang jauh, ketika dia sudah memahami arah dan jalan untuk menuju ke sana, maka dia akan dengan mudah sampai ke tujuan. Sedang jika tidak mengetahui arahnya, maka dia akan tersesat. Itulah analogi hidup  akan paham tidaknya seseorang mengenai hukum-hukum kehidupan (syari’at). Dia yang paham maka akan selamat dan dia yang tidak paham maka akan tersesat.

“Sesungguhnya satu orang yang menguasai ilmu Fiqh serta wira’i itu lebih kuat mengalahkan syetan dibanding 1000 orang ahli ibadah”

“Ketahuilah, ilmu itu sungguh merupakan perhiasan bagi pemiliknya, dia adalah pertanda bagi tiap-tiap orang yang terpuji”

(Pos-2) Niat Ketika Mencari Ilmu

“Sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niat”

Banyak sekali amal yang berbentuk amalan dunia tetapi dikarenakan bagusnya niat bisa menjadi amalan akhirat. Begitu juga sebaliknya, banyak amalan akhirat yang dikarenakan jeleknya niatnya sehingga menjadi amalan buruk yang justru mengantarkannya ke neraka. Hendaknya para pencari ilmu berniat untuk menari ridha Allah dan menghilangkan kebodohan dalam dirinya serta pada orang-orang yang bodoh.

(Pos-3) Memilih Ilmu, Guru dan Teman

Dalam menuntut ilmu di anjurkan untuk memilih ilmu yang baik dan dibutuhkan dalam perkara agama. Mendahulukan ilmu tauhid dan mengenal Allah dengan segala kesempurnaanNya. Dan tidak memprioritaskan ilmu yang baru seperti filsafat, mantiq, dll karena akan menyia-niyakan umur dan membuang waktu.
Sedang dalam memilih guru di anjurkan yang pandai, hati-hati dalam masalah halal haram dan ahli wira’i.

“Ingatlah ! kamu tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam perkara. Cerdas. Semangat. Sabar atas cobaan dan ujian. Sak. Di ajar oleh guru. Dan membutuhkan waktu yang lama” [Ali bin Abi Thalib]

Dan dalam memilih teman, sebaiknya memilih teman yang tekun, ahli wira’i, berwatak baik dan cepat memahami perkara. Jauhilah teman yang bersifat malas-malasan, pendek akalnya, banyak bicaranya, membuat kerusakan dan ahli fitnah. Dari teman kita yang baik maka dekatilah, karena sekali-kali kita pasti akan mendapatkan petunjuk dari Allah melalui dia.

(Pos-4) Memuliakan Ilmu dan Orang yang Mempunyai Ilmu

Orang yang menuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat kecuali dengan menghormati gurunya. “Aku adalah hambanya orang yang mengajariku walaupun satu huruf” [Ali bin Abi Thalib]. Termasuk adab dalam memuliakan guru adalah dengan menghormati anaknya dan orang yang berhubungan dengannya.

Ciri-ciri mengagungkan ilmu di antaranya adalah;
1.  Memuliakan kitab dengan memegangnya dalam keadaan suci
2.  Meletakkan kitab di tempat yang (terhormat)
3.  Memperindah tulisan (catatan)
4.  Tidak menulis dengan warna merah karena ulama salaf tidak melakukannya

Termasuk adab memuliakan ilmu adalah dengan menghormati teman, mendengarkan guru, tidak duduk di dekat guru kecuali terpaksa, menjaga ilmu dengan akhlaq mulia dan menjauhi sifat sombong karena ilmu dapat diperoleh dengan kerendahan hati.

(Pos-5) Sungguh-sungguh, Tidak Bosan dan Bercita-cita

“Orang-orang yang bersungguh-sungguh mengharap keridhaan Kami, maka akan Kami tunjukkan jalan kepada mereka”

“Bersungguh-sungguh itu mendekatkan perkara yang jauh dan membuka pintu yang terkunci” [Syeikh Sadiduddin As Syafi’i]

Sebaiknya orang yang menuntut ilmu itu tidak tidur di malam hari, barangsiapa yang memiliki cita-cita tinggi dan ingin menemui derajat mulia maka janganlah tidur di malam hari. Jauhilah tidur. Sedikitkan makan. Jagalah dari kenyang. Teruslah belajar dan mengulangnya. Belajarlah terus menerus jangan sampai bosan. Jagalah diri dari makanan haram. Jauhilah menunda waktu..

“Barangsiapa yang mempunyai cita-cita yang luhur tanpa disertai kesungguhan atau bersungguh-sungguh tapi tidak disertai dengan cita-cita yang luhur maka tidak akan berhasil kecuali ilmu yang sedikit”

“Orang yang berilmu itu selalu hidup walaupun jasadnya sudah tidak ada, tetapi orang bodoh yang hidup itu seperti mayat yang hidup”

Malas itu menimbulkan riya’. Riya’ itu dikarenakan banyak minum. Banyak minum itu disebabkan banyak makan. Sedangkan untuk mengurangi makan adalah dengan memilih makanan yang sehat dan halal. Bersiwak itu bisa mengurangi sifat riya’. Membuat menjadi cepat hafal. Dan berguna untuk kefasihan lidah karena dia akan menambah pahala sunnah.

“Ada tiga orang yang Allah benci, mereka itu adalah yang banyak makan, pelit dan sombong.”

Banyak makan dibenci oleh Allah karena banyak makan menyebabkan penyakit dan buntunya otak. Sebagian ulama berpendapat kebanyakan makan dapat mengurangi kecerdasan.

(Pos-6) Mengawali Belajar, Ukuran dan Urutannya

Rasulullah bersabda, “Tidak ada suatu apapun yang didahului pada hari rabu kecuali untuk mencapai hakikat kesempurnaannya”

Iman Abu Hanifah selalu memulai suatu pekerjaan di Hari Rabu. Syaikhul Islam Burhanudin juga biasa menetapkan dan membiasakan mengawali belajar pada Hari Rabu. Begitupula dengan Syekh Abu Yusuf Al Hamdani yang selalu membiasakan setiap amal dari beberapa amal kebaikan di Hari Rabu.

Kadar ukuran belajar adalah semampunya, yakni yang mungkin bisa di hafal dan dikaji dengan mengulang dua kali, menambah setiap hari dengan satu kalimat walaupun membutuhkan waktu yang lama untuk menghafal dan mengkajinya, pelan-pelan dan memiliki harapan serta tekad bahwa dia mampu menghafal dan mengkajinya. Ketika sudah di ulang dua kali tetapi belum hafal maka di ulang terus hingga hafal. “Belajar satu huruf, mengulang seribu kali”. Sedikit materi jika sering di ulang maka akan lebih cepat paham dan berhasil.

Layanilah ilmu dengan layanan yang berguna. Kekalkan ilmu dengan perbuatan terpuji. Ketika kau menghafalnya maka ulangilah. Kuatkan dengan kekuatan penuh untuk menjaganya. Catatlah ilmu agar kau mudah mengulanginya. Dan pelajarilah untuk selamanya. [Syekh Imam Qawamudin Hamad bin Ibrahim bin Ismail As Shafari]

“Maka ketika engkau merasa aman atas apa yang kamu hafal. Maka bergegaslah pada selanjutnya yang baru serta mengulangnya akan hal yang sudah kau lalui dan bergegas pada hal tambahannya”    

Diskusi atau musyawarah akan memberikan pemahaman yang lebih luas akan sebuah ilmu. Hikmah dari berdiskusi adalah dia akan lebih kuat menancap dibandingkan mengulang-ngulang pelajaran (tikrar). Sebagian ulama berpendapat bahwa diskusi atau musyawarah selama satu jam itu lebih baik dibandingkan mengulang-ngulang pelajaran (tikrar) selama satu bulan.

Imam Abu Hanifah berkata, “Ketika aku mendapat ilmu maka aku akan bersyukur kepada Allah, ketika aku memahaminya maka aku akan berkata Alhamdulillah dan bertambahlah ilmuku, begitu juga seterusnya”

(Pos-7) Tawakkal

Orang yang menuntut ilmu wajib bertawakkal, tidak prihatin akan rizki dan tidak menyibukkan dirinya dengan rizki. Karena Allah akan mencukupinya. “Barangsiapa belajar ilmu agama di jalan Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya dan memberi rizki tanpa di sangka-sangka”. Termasuk kesibukan hati dalam masalah rizki adalah makanan dan pakaian. “Sekali-kali janganlah engkau sibukkan dirimu dengan keinginanmu” [Imam Mansyur Al Hajjaj]

(Pos-8) Waktu yang Dapat Menghasilkan Ilmu

“Carilah ilmu dari kecil sampai ajal menjemput”. Waktu yang utama untuk belajar di antarnya adalah; 1) pada usia muda; 2) waktu sahur; dan 3) waktu antara maghrib dan isya. Syekh Muhammad bin Hasan tidak pernah tidur di malam hari, pada saat beliau mengantuk beliau akan meneteskan air pada mata beliau sehingga kantuknya hilang.

(Pos-9) Kelembutan dan Nasihat

Orang yang berilmu baiknya bersikap lembut, arif, memberikan nasihat yang baik dan tidak dengki. Semua orang alim menginginkan putranya, santrinya dan jamaahny menjadi orang yang alim pula, sehingga mereka mengajarkan dengan penuh kelembutan dan kesabaran. “Jauhkanlah pikiranmu dari prasangka buruk dan diamlah dengan kejernihan bathinmu dengan perkataan orang-orang bodoh”

(Pos-10) Mencari Keutamaan Ilmu

Sebaiknya orang yang menuntut ilmu itu mencari manfaatnya ilmu di setiap waktu, sampai menemukan keistimewaan dan kesempurnaan ilmu. “Malam itu waktu yang panjang, maka janganlah engkau mempersingkat waktu malam, siang itu terang, maka janganlah engkau kotori dengan dosa”

(Pos-11) Wira’i ketika Menuntut Ilmu

“Rasulullah bersabda, Barangsiapa dalam menuntut ilmu tidak wira’i maka Allah memberikan cobaan padanya satu dari tiga perkara; 1) Allah memberikan kematian pada umur muda; 2) Allah akan menempatkan ke suatu tempat (desa) yang orang-orang sekelilingnya banyak kebodohan; dan 3) Allah menjadikannya pesuruh sultan (pemimpin)”

Jika orang yang manuntut ilmu semakin wira’i maka ilmunya lebih manfaat dan belajarnya lebih mudah, serta faedahnya (hasilnya) lebih banyak. Hal yang termasuk perbuatan wira’i adalah;
1.  Menjaga diri dari makan yang kenyang
2.  Menjaga diri dari banyak tidur
3.  Menjaga diri dari berbicara yang tidak manfaat
4.  Menjaga diri dari makanan pasar
5.  Menjaga diri dari ghibah
6.  Menjauhi ahli ma’shiyat
7.  Duduk dalam keadaan menghadap kiblat ketika menuntut ilmu
8.  Tidak meremehkan adab sunnah
9.  Banyak membaca shalawat
10.  Khusuk dalam shalat

“Jagalah perintah dan larangan Allah. Lakukanlah shalat dengan rajin. Carilah ilmu syari’at. Bersungguh-sungguhlah dan mintalah pertolongan dengan amal dan akhlaq yang bagus maka kamu akan menjadi alim fiqh dan bisa menjaganya. Mintalah pada Tuhanmu yang bisa menjaga penjagaanmu dan bisa melahirkan rasa cinta akan anugerahNya karena Allah adalah sebagus-bagus penjaga. Taatlah pada Allah dan Rasulnya. Bersungguh-sungguhlah dan jangan bermalas-malasan. Tidurlah kamu dengan sedikit pada malam hari maka kamu akan menjadi makhluk pilihan”

Sebaiknya orang yang menuntut ilmu selalu membawa buku supaya bisa mengulang pelajaran yang dipelajarinya.

(Pos-12) Perkara yang Bisa Menjadikan Hafal dan Lupa

“Tidak ada sesuatu yang bisa menjadikan hafal melebihi dari membaca Alqur’an dengan melihat”. Membaca Alqur’an dengan melihat itu lebih utama dibandingkan dengan tidak melihat. “Jauhi ma’shiyat maka hafalanmu akan kuat”. 

Bumi Allah, Sabtu 23 Februari 2013

الجمعة، 22 فبراير 2013

Ahlan wa Sahlan


Sejenak merenung. Betapa terbatasnya manusia akan ilmu. Dan manusia benar-benar makhluk yang memiliki keterbatasan yang sangat terbatas. Sungguh ilmu Allah Maha Luas, bahkan jika air yang ada di lautan dijadikan sebagai tinta untuk menulisnya dan di isi kembali untuk menulisnya, maka sekali-kali tidak akan cukup. Blog yang Insya Allah berisi vitamin-vitamin hati ini semoga saja bisa menuntun PERJALANAN HATI kita menuju jalan keselamatan. 

Let’s come to be a prosperous heart, reach ! Qalbun Salim.... 

Berangkat dari fokus artikel dalam blog ini menjadikan nama “Semburat Cahaya Langit” muncul sebagai nama sebuah blog mini yang semoga saja menginspirasi dan bisa dijadikan sebagai sarana pelepas dahaga antunna semua akan ilmu. Blog ini muncul sebagai buah dari refleksi diri akan keterbatasan ilmu yang dimiliki, dan kita bersama mencari ilmu Allah yang Maha Luas. Semoga ilmu yang sedikit ini bermanfaat.... Insya Allah di rangkum dari catatan pribadi yang di transfer oleh Abi tercinta, Ustadz Syatori Abdurra’uf. Uhibuka fillah Abi. Jazakumullah bil jannah. You are really inspiring... so much ! You are my glowing star  Thanks for everything you have taught. May Allah bless you until Yaumil Akhir. And meeting us and the other in His beautiful, peaceful, elegance, and wonderful heaven.  Aamiin.   

Semoga kita termasuk golongan manusia yang memiliki Qalbun Salim (Hati yang selamat). Sehingga kelak bisa pulang ke negeri akhirat dengan tenang, bahagia dan penuh kerinduan. Kerinduan akan wajah Allah, kerinduan untuk berkumpul dengan manusia-manusia mulia dan kerinduan akan rumah akhirat yang penuh dengan keindahan dan kebahagiaan hakiki.

“Jangan Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” [Qs. Asy Syu’araa [26] : 87-89 ]

Salam ukhuwah
[Kiki] Rakhmawati Z